Ikhlas adalah Amalan Hati
Kajian Kitab Al Hikam Bab 10 Tentang Amalan Hati adalah Ikhlas Oleh Paguyuban Posko 57 Bangkalan
الا عمال صور قاءمة وارواحها وجود سر الاخلاص فيها
Amalan Dzahir adalah Kerangka, sedangkan Ruhnya adalah Ikhlas yang tersembunyi dalam Amalan tersebut.
Syaikh Imam Ibnu Athoillah Rodliallahu Anhu, menggambarkan Seluruh Amalan seperti Jasad, sedangkan Ikhlas adalah Ruh dari Jasad tersebut. Amalan apapun itu jika dilakukan dengan tanpa adanya rasa Ikhlas dalam Hati saat mengerjakannya dapat diibaratkan seperti sebuah jasad Manusia yang tak memiliki ruh dan tak bernyawa hanyalah akan menjadi amalan yang sia-sia tidak bermanfaat, Amalan tersebut dihadapan Allah SWT hanyalah akan menjadi seperti Segumpalan Debu yang bertebaran dihempas oleh Angin hawa nafsu riyak keinginin untuk dipuji, keinginan untuk menutupi kesalahan, atau keinginan untuk mengharap mendapatkan balasan dari Amal itu oleh selain Allah SWT.
Ikhlas adalah Ibadah Hati, setiap Amalan Ibadah Ubudiyah (mendekatkan diri Kepada Allah SWT) membutuhkan Ikhlas didalamnya sebagai Ruh penggerak dari amalan tersebut. Mengapa harus ada Ikhlas yang tersirat dari setiap amalan ubudiyah. Imam Ibnu Athoillah menjelaskannya dalam Kitab Al- Hikam. Karena Allah SWT adalah Dzat yang paling haq untuk disembah dan diagungkan, maka dari itulah Hanya Allah SWT lah yang pantas dijadikan sebagai satu-satunya tempat manusia menaruh pengharapan dan permintaan yang bersifat ukhrowi maupun dunyawi.
dari penjelasan ini dapat diambil sari pati bahwasanya mengharap sesuatu ما سوا الله (selain pada Allah SWT) adalah perbuatan syirik yang akan menjauhkan Hati dari adanya sifat Ikhlas.
Imam Ibnu Athoillah dalam Kitab Syarah Al Hikam mengklasifikasi Ikhlas menjadi 3 Golongan.
Golongan yang pertama adalah Ikhlasnya para A'bidiin (Hamba Allah sahaya) tataran ikhlas terendah. Ikhlas ini hanyalah dimiliki oleh Hamba Allah yang melakukan setiap Amal perbuatan yang semata-mata karena Allah SWT akan tetapi masih terbesit harapan untuk mendapatkan imbalan Pahala atau Janji-janji Allah yang termaktub dalam fadhilah (manfaat) setiap amalan-amalannya, maka Ikhlas inilah menjadi tataran terendah dari Ikhlas itu sendiri karena hakikatnya manusia butuh perangsang atau pancingan dalam setiap melaksanakan Amal Makruf dan Nahi Munkarnya. dibawah dari Amalan ini tidaklah dikategorikan sebagai Amalan yang memiliki ruh dalam artian tidak memiliki nilai-nilai manfaat didalamnya.
Golongan kedua adalah Ikhlasnya para muhibbin, Ikhlasnya seorang hamba Allah yang mencintai Allah SWT yang melakukan Amalan semata mata karena Allah SWT saja tanpa ada iming - iming imbalan apapun tanpa terkecuali pahala seperti yang pernah diceritakan dalam kutubushalaf kisah Robiatul Adawiyah yang beribadah kepada Allah SWT bukan karena takut pada Neraka ataupun mengharapkan Surga tapi murni karena tholaburridhollah (Anugrah Allah) yang menggerakkan hatinya untuk beribadah taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT sebagai sang pencipta seluruh Alam semesta ini beserta isinya.
Golongan yang ketiga adalah Ikhlasnya para A'arifin Hamba Allah yang telah mencapai Maqom (kedudukan) Makrifat yang mengembalikan segala sesuatu yang ada pada dirinya adalah Allah SWt. karena hakikatnya Laa Haulaa (Tidak ada Daya untuk melakukan kebajikan) Wa Laa Quwwata (Tidak ada kekuatan untuk menghindari keburukan) kecuali berkat kehendak Allah SWT. tidak ada aku dalam dirinya kecuali Allah, tingkatan ini adalah tingkatan Ikhlas yang tertinggi. berada dipuncak Taqorrub Ilallah. Beramal seperti tiada daya yang menggerakkan dari dirinya kecuali karena Allah SWT.
Ikhlas adalah Ibadah Hati karena Ikhlas tak kasat mata, tak dapat dilihat, tak dapat didengar, apalagi diungkap. Ikhlas sifatnya tersirat dan tersembunyi tak nampak tapi berdiam didalam setiap amal yang dilakukan. Maka dari itu dalam Hadist Arba'in Nawawi menjelaskan bahwasanya Innamal Akmalu Bin Niat (Segala Macam Alaman itu tergantung dari pada Niatnya) karena niat Ikhlas dapat diibaratkan seperti semut hitam yang berjalan diatas batu hitam pada malam hari tak kasat mata tapi ada.
Semoga apa yang menjadi hasil dari kajian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semoga kajian Tasawwuf Kitab Al Hikam karya Ibnu Athoillah ini tetap berjalan dengan Istiqomah.
Billahitaufiq Walhidayah
Bangkalan, 12 Maret 2018
By_Penaku (Makmun Halayudha)
Komentar
Posting Komentar